Sragen itu kota yang damai di masa kecil saya

Kota Sragen Yang Damai

Sragen itu kota yang damai, kenapa saya bilang Sragen kota yang damai? Karena saya lahir dan besar di sana, menikmati masa kecil bersama keluarga. Dan karena saya merasakan memang masa kecil saya itu masa yang paling damai.

Belum kenal hiruk pikuk dan carut marutnya kehidupan, belum ada tekanan ekonomi seperti yang sekarang saya rasakan, memikirkan besok kami makan apa? Besok uang saku anak ke sekolah bagaimana? Besok isteri masak apa? Bagaimana belanjanya?

Makanya Sragen itu kota yang damai karena masa kecil saya di sana merasakan kemanjaan masa kecil saya di sana, mungkin hal ini mengesampingkan kekalutan orang tua pada saat itu yang sama sama juga hidup di kota Sragen. Dan saya percaya orang tua saat itu tidak bilang Sragen kota yang damai.

Kenapa? Karena saat itu orang tua sudah mengenal hiruk pikuk dan carut marutnya kehidupan, sudah merasakan tekanan ekonomi seperti yang sekarang saya rasakan, memikirkan besok kami makan apa? Besok uang saku saya dan saudara saya ke sekolah bagaimana?Besok emak masak apa? Bagaimana emak belanjanya?
[post_ads]
Saya tidak akan membahas panjang lebar apa itu damai dan tidak damai, karena damai itu sebetulnya relative, bisa ditemukan di mana saja dan kapan saja. Seperti hari ini saya juga merasa damai karena dengan adanya rasa damai itu saya bisa menceritakan ini. Tapi saya tetap mengingat bahwa kedamaian itu saat saya merindukan Sragen kota yang damai.

Di masa kecil saya di saat masih banyaknya rasa takut akan sesuatu banyak hal karena ketidaktahuan , di masa kecil saya di saat masih banyaknya keberanian akan sesuatu banyak hal karena ketidaktahuan. Rasanya masa itulah saya menemukan banyak hal yang tidak saya temukan di hari hari berikutnya.

Dan sekarang banyak hal yang dipertanyakan, kenapa masa kecil saya takut akan satu hal? Kenapa masa kecil saya berani sekali dalam hal lain?. Jujur dulu saya takut dengan suara kentongan peronda, kenapa? Karena saya tidak tahu bahwa sebenarnya peronda itu juga manusia. Dan itu alasan kenapa saya harus terpaksa memejamkan mata untuk tidur lagi karena saya tidak mau dengar kentongan ronda yang mungkin itu bukan perbuatan manusia.

Menutup mata dan terus memaksa tertidur kembali dan berharap suara itu cepat melewati samping rumah dan semakin menjauh akhirnya sirna dari telinga saya. Dan itu saya dengarkan setiap malam dan kadang saya berharap bisa tidur lebih awal dari para peronda itu.

Tapi kemudian saya tahu ternyata suara kentongan itu hasil dari perbuatan manusia yang ternyata abang abang sekampung yang sudah besar besar itu. Di waktu saya tiduran di atas jerami yang sedang di jemur dan tentunya di lambari sebuah tikar sama emak, di depan rumah.

Itu kebiasaan orang orang tua di sana yang ngobrol sampai tengah malam di depan rumah di bawah sinar rembulan, kalaupun musim rembulan. Saya merasa tidak aman jika sebagian dari tubuh saya keluar dari area emak ataupun mereka waktu itu, jadi saya harus terus merebahkan tubuh di tengah tengah mereka. Dan sebaliknya saya sangat merasa damai saat di tengah mereka ditengah orang orang yang melindungi saya.

Sampai tengah malam obrolan mereka tidak ada habisnya sambil makan makanan kecil ala kadarnya, pohong godog, kacang godog, atau apapun dan tiap malam sering bergonta ganti menunya. Jawaban dari ketakutan pertama saya yaitu tentang suara kentongan ronda terjawab malam itu juga, lambat laun muncul suara kentongan yang kata orang orang tua itu indah, saya bertanya dalam hati, sebenarnya indah dari mana?

Dan yang paling saya heran beliau beliau ini hapal betul suara ini dari peronda siapa? Dari iramanya dan cara mengetuk batang kentongannya katanya. Suara itu semakin mendekat, jelaslah saya semakin merapatkan tubuh ke emak dan sambil berpura pura tertidur. Itulah perasaan damai yang sangat damai saya rasakan bahwa saya di antara orang orang yang melindungi saya dan saya tidak harus lari dari suatu hal karena ada mereka dan itu sangat menolong rasa takut saya selama ini.
Kota Sragen Yang Damai 
Setelah suara itu dekat dan sangat dekat dengan kami, tiba tiba berhenti dan saya mulai mendengarkan sebuah obrolan baru antara Bapak, Emak dan beberapa tetangga yang sejak tadi sore nimbrung ngobrol di situ dengan seseorang.
Pelan pelan aku buka mataku karena penasaran keingintahuan. Saya baru tahu ternyata suara kentongan itu benar benar berasal dari perbuatan manusia tetangga tetanggaku sendiri.

Itulah cerita Sragen itu kota yang damai dari satu hal kecil dulu, bahwa kedamaian itu itu bisa terjadi kapan saja dan dimana saja , karena hal kecil maupun karena hal besar. Dan saya akan memulainya dari hal hal kecil saya yang merupakan hal besar bagi saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalan-jalan wisata liburan ke Museum Purbakala Sangiran Sragen Jawa Tengah

Kenapa kita harus bekerja?

Mengapa pengajuan Google Adsense saya untuk domain sendiri di setujui?